Pentingnya Edukasi Pertanahan bagi Generasi Muda di Era Digital
Di era transformasi digital yang masif, keterlibatan generasi muda dalam memahami isu-isu strategis seperti pertanahan menjadi sangat penting. Tanah merupakan aset fundamental yang menyangkut aspek hukum, ekonomi, sosial, dan budaya.
Namun sayangnya, pemahaman anak muda tentang pertanahan masih sangat minim. Padahal, menurut data Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), hingga Desember 2023, baru sekitar 63% bidang tanah di Indonesia yang telah terdaftar melalui program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) (Sumber : pastibpn.id). Artinya, lebih dari 30 juta bidang tanah belum memiliki kepastian hukum.
Sementara itu, Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) dalam Laporan Akhir Tahun 2023 mencatat terdapat 212 konflik agraria sepanjang tahun, mencakup luas wilayah lebih dari 500.000 hektare dengan melibatkan 100.000-an kepala keluarga. Mayoritas konflik ini berkaitan dengan klaim kepemilikan, tumpang tindih hak, dan perampasan tanah. Dalam konteks ini, literasi pertanahan menjadi kunci agar generasi muda tidak hanya menjadi penonton, tetapi juga agen perubahan yang kritis dan solutif.
Mengapa Generasi Muda Perlu Melek Pertanahan?
1. Aset Strategis Masa Depan
Tanah bukan sekadar ruang fisik, melainkan investasi jangka panjang. Tanpa pemahaman legalitas, generasi muda berisiko kehilangan hak atas tanah warisan keluarga atau tertipu dalam transaksi jual beli. Menurut riset Lokadata (2022), 70% generasi muda Indonesia tidak memahami perbedaan antara hak milik, hak guna bangunan, dan hak pakai. Kondisi ini memperlihatkan betapa urgen edukasi pertanahan di kalangan muda.
2. Potensi dalam Kewirausahaan
Dalam tren ekonomi digital, banyak anak muda mulai membangun usaha di bidang agribisnis, homestay, hingga agritourism. Semua sektor ini berbasis lahan. Tanpa pemahaman soal kepemilikan legal, perizinan, atau zonasi, potensi bisnis bisa terhambat atau bahkan ilegal. Edukasi pertanahan membantu anak muda menavigasi aspek hukum dan perencanaan ruang usaha mereka.
3. Pencegahan Sengketa Tanah
Konflik tanah sering terjadi akibat ketidaktahuan akan status legal suatu bidang tanah. Pemahaman tentang pengukuran, batas kepemilikan, dan jenis hak atas tanah dapat mencegah sengketa. Anak muda yang memahami dokumen pertanahan seperti sertifikat SHM (Sertifikat Hak Milik) atau girik, akan lebih siap melakukan validasi sebelum membeli atau mewarisi tanah.
4. Literasi Digital Tanpa Celah Informasi
Kementerian ATR/BPN telah mengembangkan aplikasi seperti "Sentuh Tanahku" yang memuat data digital pertanahan. Namun, generasi muda harus memiliki pemahaman dasar pertanahan agar tidak salah menafsirkan informasi yang tersedia. Ini juga penting untuk menghindari penipuan berkedok investasi tanah murah yang marak secara daring.
Platform Digital Resmi yang Wajib Diketahui
Untuk mendekatkan layanan ke masyarakat, pemerintah menyediakan sejumlah platform digital yang penting diketahui anak muda:
Sentuh Tanahku: Aplikasi mobile untuk mengecek informasi dasar bidang tanah, proses permohonan, dan status hak tanah.
Geoportal BPN: Menyediakan peta spasial pertanahan untuk keperluan analisis dan pemetaan.
PTSL (Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap): Program sertifikasi massal untuk menjamin kepastian hukum.
HT-el (Hak Tanggungan Elektronik): Inovasi layanan pencatatan jaminan tanah secara digital untuk mempermudah pinjaman berbasis agunan.
Meski aksesnya terbuka, manfaat dari platform ini tidak akan optimal jika generasi muda tidak memahami dasar-dasar pertanahan.
Strategi Efektif Edukasi Pertanahan
1. Integrasi dalam Kurikulum Pendidikan
Pemerintah dapat menyisipkan materi pertanahan dalam mata pelajaran seperti Pendidikan Kewarganegaraan, Geografi, atau Ekonomi. Studi kasus konflik tanah lokal bisa dijadikan media pembelajaran kontekstual agar siswa lebih dekat dengan isu tersebut.
2. Kolaborasi dengan Komunitas dan LSM
Beberapa LSM seperti HuMa Indonesia dan WALHI telah aktif melakukan advokasi dan edukasi pertanahan di akar rumput. Pemerintah dan sekolah dapat menggandeng organisasi ini untuk melakukan pelatihan, simulasi pemetaan partisipatif, dan penguatan hak masyarakat adat.
3. Pemanfaatan Media Sosial
Konten edukatif seperti infografik, video singkat, atau podcast yang membahas pertanahan bisa disebar lewat Instagram, TikTok, atau YouTube. Misalnya, konten yang membandingkan sertifikat SHM dan HGB dengan bahasa populer dan visual menarik.
4. Simulasi Digital dan Game Edukatif
Pengembangan simulasi interaktif atau game berbasis konflik agraria bisa memperkenalkan anak muda pada mekanisme resolusi sengketa dan pentingnya sertifikasi. Game seperti ini dapat dikembangkan bekerja sama dengan universitas dan lembaga hukum tanah.
5. Program Magang dan Pelatihan
Kementerian ATR/BPN dapat membuka program magang atau pelatihan literasi tanah untuk pelajar dan mahasiswa. Peserta dapat mempelajari langsung proses ukur tanah, legalisasi, hingga pendaftaran tanah secara sistematis.
Tantangan dalam Mengarusutamakan Edukasi Pertanahan
Beberapa hambatan utama yang masih dihadapi antara lain:
Rendahnya minat anak muda terhadap isu hukum dan tata ruang.
Bahasa hukum pertanahan yang kaku dan sulit dipahami.
Kurangnya jangkauan layanan digital pertanahan di daerah 3T (tertinggal, terluar, dan terdepan).
Untuk menjawab tantangan ini, pendekatan komunikasi publik harus lebih kreatif dan kontekstual. Bahasa populer, pendekatan visual, dan relevansi isu dengan kehidupan sehari-hari anak muda harus diutamakan.
Tanah adalah fondasi masa depan, bukan hanya ruang fisik tetapi juga identitas, sumber penghidupan, dan stabilitas sosial. Tanpa edukasi yang memadai, generasi muda berisiko kehilangan kendali atas asetnya sendiri atau bahkan menjadi korban ketidakadilan agraria.
Edukasi pertanahan di era digital adalah jalan untuk membangun generasi muda yang sadar hukum, berdaya ekonomi, dan peduli keberlanjutan. Anda dapat memulainya hari ini: unduh aplikasi Sentuh Tanahku, pelajari sertifikat tanah keluarga Anda, dan sebarkan kesadaran ini kepada rekan-rekan Anda.
Posting Komentar untuk "Pentingnya Edukasi Pertanahan bagi Generasi Muda di Era Digital"